Obrolan ringan untuk bersilaturrahim dan bertukar pendapat tentang Thifan Po Khan

Monday, July 27, 2009

Uighur - Etnis Yang Terlupakan

Perlawanan kaum Uigur di wilayah barat laut Cina. Etnis yang sama sekali tidak dikenal ini tiba-tiba menjadi sorotan utama media massa di seluruh dunia.

Awal bulan Juli 2009 terjadi bentrokan berdarah antara etnis Uigur yang muslim dan etnis Han-Cina di Ürümqi, ibukota Provinsi Xinjiang di Cina. Menurut laporan resmi pemerintah Cina 158 orang tewas dan lebih dari 1000 luka-luka. Kelompok Uigur sebaliknya memperkirakan jumlah korban mencapai 800 orang.

Pemerintah Cina mengumumkan akan menindak keras dalang-dalang dari kerusuhan tersebut. Mereka bahkan bisa terancam hukuman mati.

Kaum Uigur sebenarnya termasuk etnis Turk, yaitu etnis di daerah antara Asia dan Eropa yang memiliki rumpun bahasa Turki. Jumlah suku Uigur kira-kira 10 juta orang.



Mereka penganut aliran Islam moderat. Lebih dari 8 juta warga Uighur hidup di bagian timur wilayah Turkistan di barat laut Cina. Di Cina daerah ini dinamakan “Xinjiang” (provinsi perbatasan yang masuk belakangan). Tahun 1955 Cina memasukkan Xinjiang ke dalam wilayahnya. Pemerintah lalu menggagas program migrasi besar-besaran etnis Han-Cina ke sana. Sejak itu warga Uigur berjuang untuk melepaskan diri dari Cina.

Sejak serangan teroris 11 September 2001, pemerintah di Beijing selalu berusaha mempengaruhi opini publik bahwa gelombang protes kaum Uigur adalah aksi teroris.


Sama seperti Tibet, Provinsi Xinjiang pun kaya akan sumber-sumber alam seperti minyak dan gas bumi, uranium, platina dan tembaga. Namun kekayaan ini hanya bisa dinikmati oleh Cina. Sebaliknya sekitar 90% warga Uigur hidup di bawah garis kemiskinan.

Tempat yang ramai dikunjungi adalah pasar dan bazar. Di foto terlihat suasana di kota Upal, sebuah kota kecil yang terletak di jalur sutra antara China dan Pakistan.


Seorang pedagang ternak dari etnis Uigur sedang menunggu pembeli di pasar ternak di Kashgar.


Di Provinsi Xinjiang warga Uigur sangat jarang mendapat pekerjaan yang layak. Menguasai bahasa Cina adalah tuntutan terpenting agar bisa sukses dalam kerja. Karena itu kalau beruntung warga Uigur harus puas menerima pekerjaan kecil-kecilan atau kerja sambilan.


Kota Khotan yang terletak di bagian selatan jalur sutra, sangat terkenal dengan produksi karpet yang sangat mempesona. Karpet-karpet ditenun dari benang wol dan sutra, diselingi benang-benang emas dan perak. Produksi kerajinan tangan ini telah dimulai sejak berabad-abad. Sampai hari ini karpet dari Khotan merupakan salah satu produksi ekspor terpenting di daerah yang sampai kini masih belum terjamah sumber-sumber daya alamnya ini.


Seorang petani Uigur sedang bekerja di perusahaan kapas di Yarkand. Walaupun produksi kapas di Cina sanggup memenuhi dua pertiga kebutuhan kapas dalam negeri, Cina masih harus mengimpor kapas dari luar negeri karena peningkatan kebutuhan kapas oleh perusahaan tekstil yang kian berkembang pesat.


Di daerah Turpan merupakan wilayah penghasil buah anggur terbaik dan juga anggur kering. Kalau musim panen tiba, para wanita pemetik anggur dari suku Uigur dipekerjakan di sana.


Sejak bertahun-tahun pejuang hak-hak asasi manusia dari Uigur, Rebiya Kadeer, memperjuangkan hak-hak warga Uigur di barat laut Cina. Mantan pengusaha wanita yang selama 5 tahun harus mendekam di penjara Cina ini saat ini tinggal di Amerika Serikat. Di mata pimpinan Cina, Kadeer adalah dalang di balik kerusuhan di Provinsi Xinjiang.


Menara mesjid yang terlihat sangat unik ini adalah bagian dari mesjid Sugong di kota Turpan. Menara Emin ini merupakan simbol kota Turpan dan dibangun di abad ke-18 dengan meniru gaya mesjid Afghanistan.


Pada hari pertama hari raya Iedul Fitri yang berlangsung 3 hari, warga Uigur berdoa di pemakaman Tahtakoruk sebagai tanda berakhirnya masa puasa di bulan Ramadhan. Dalam waktu 3 hari tersebut semua orang berpesta bersama keluarga dan sahabatnya, berziarah ke makam dan memberikan sedekah kepada fakir miskin.

Kebebasan etnis Uigur dalam menjalankan agamanya sangat dikekang oleh pemerintah Cina.


Panorama sore hari di kota tua Kashgar. Ketika matahari telah tenggelam di balik cakrawala dan tak tampak lagi bayang-bayang, maka dimulailah acara berbuka puasa di bulan Ramadhan.

Anne Clauberg/Samuel Limahekin
Editor: Ayu Purwaningsih

Sumber :
http://www.dw-world.de/


4 komentar:

dik said...

kehidupan yang sederhana dan bermakna,...

Anonymoussaid...

apapun yang terjadi , etnis uighur merupakan saudara kita....

iwansaid...

umat islam slalu tertindas

Admin said...

Subhanallah ternyata ada saudara kita disana yang selama ini terlupakan semoga Allah memberika kekuatan iman kepada mereka.

Post a Comment

Silahkan beri komentar, kritik dan saran yang 'membangun' untuk meramaikan blog ini
* Maaf, untuk kenyamanan bersama, kami tidak akan menampilkan komentar provokatif & kurang beretika.